Sabtu, 28 Januari 2012

Kasih Ibu dan Penyakit Jantung

KASIH sayang dan cinta seorang ibu tak ternilai harganya. Bahkan sebuah penelitian menemukan asuhan ibu semenjak lahir bisa mencegah terjangkitnya penyakit serius saat seseorang memasuki usia paruh baya.

Menurut peneliti di Brandeis University, Boston, perawatan dan asuhan kasih sayang seorang ibu bisa mengurangi risiko terserang penyakit diabetes dan jantung. Ilmuwan memeriksa 1.000 orang dari latar belakang berpenghasilan rendah yang terkait miskinnya kesehatan. Namun beberapa dari mereka cenderung memiliki ibu yang penuh kasih.

Penelitian dilanjutkan dengan merekrut dari mereka yang berusia rata-rata 46 tahun dan menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Mereka ditanya beberapa pertanyaan mengenai hubungan dengan ibunya. Seperti banyaknya waktu dan perhatian yang diberikan seorang ibu.

Satu dekade kemudian, setengah dari jumlah relawan yang diperiksa mengidap sindrom metabolik, faktor utama yang memicu penyakit jantung, stroke dan diabetes. Kombinasi dari gejala itu termasuk kelebihan lemak di sekitar pinggang, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan resistensi insulin.

"Peristiwa masa kecil tampaknya meninggalkan residu biologis pada kesehatan ketika memasuki kehidupan dewasa. Kombinasi empati dan pengajaran ibu kepada anaknya untuk menghadapi stres mampu mendorong anak menjalani gaya hidup sehat,"kata Profesor Psikologi Margie Lachman seperti dikutip dailymail. Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science.(MI/BEY)


Sumber: MetroTVNews
Rabu, 26 Oktober 2011

Cashew seed extract could help diabetics


Washington, July 15 (ANI): Cashew seed extract has anti-diabetic properties, a new study has found.
The study was conducted by researchers at University of Montreal (Canada) and the Université de Yaounde (Cameroun).
Diabetes is caused when a person has high blood sugar because their body does not respond well to insulin and/or does not produce enough of the hormone.
"Of all the extracts tested, only cashew seed extract significantly stimulated blood sugar absorption by muscle cells," says senior author Pierre S. Haddad, a pharmacology professor at the University of Montreal's Faculty of Medicine.
Cashew tree products have long been alleged to be effective anti-inflammatory agents, counter high blood sugar and prevent insulin resistance among diabetics.
"Our study validates the traditional use of cashew tree products in diabetes and points to some of its natural components that can serve to create new oral therapies," adds Dr. Haddad, who is also director of the Canadian Institutes of Health Research Team in Aboriginal Anti-Diabetic Medicines at the University of Montreal.
The study has been published in Molecular Nutrition and Food Research journal. (ANI)


Source: http://news.oneindia.in/2010/07/15/cashewseed-extract-could-helpdiabetics.html
Jumat, 30 September 2011

TIGA WAKTU SAAT MATAHARI TENGGELAM: SENJA, LAIL, FAJAR !!! Diwaktu Manakah Anda Puasa dan Ifthar (Berbuka Puasa)?


DIKATAKAN MATAHARI TENGGELAM KETIKA DERAJAD KETINGGIANNYA BERADA DI BAWAH UFUK (DERAJAD KETINGGIAN DENGAN ANGKA MINUS) BAIK DI TIMUR MAUPUN DI BARAT.
SYARIAT WAKTU PUASA TERNYATA BERBEDA DENGAN SYARIAT WAKTU SHOLAT.
KONDISI MATAHARI TERBIT = KONDISI MATAHARI TERBENAM KECUALI ARAHNYA YANG BERBEDA.
(KETINGGIAN MULAI SEKITAR 14° SAMPAI 15° LEBIH RENDAH ADALAH BATASAN/PERALIHAN KE GELAP MALAM)


Kalau kita melihat gambar di atas, itu adalah pembagian kegelapan saat matahari tenggelam ditinjau dari sudut sains. Dan ternyata hal ini sejalan dengan apa yang terdapat dalam al Qur'an tentang ketiga waktu tersebut sebagaimana dalam ayat Al Qur'an di bawah ini:

PERBEDAAN SENJA MERAH SORE DAN MALAM (AL LAIL):

فَلَا أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ
وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ
Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan CAHAYA MERAH SENJA,
dan MALAM dan apa yang diselubunginya,
(Q.S Al-Insyiqaq[84]: 16 - 17)

Bagi Mazhab Jakfari (Semoga Tidak salah saya menyampaikan dan semoga Allaah mengampuniku), Waktu Magrib bisa dilakukan ketika CAHAYA MERAH SENJA hanya terdapat di barat saja. Ketika CAHAYA MERAH SENJA telah hilang maka telah masuk waktu MALAM (Al-LAIL), waktu untuk sholat Isya ketika kegelapan total telah merata.


PERBEDAAN MALAM (AL LAIL) DENGAN FAJAR:

سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Kesejahteraan ia (MALAM itu) sehingga terbit FAJAR
(Q.S Al-Qadr[97]: 5)

meski sebutan al Lail di ayat 5 ini tidak disebutkan, namun yang dimaksud dengan هِيَ pada ayat ini adalah al Lail yang disebutkan mulai dari ayat 1 sampai ayat 3.


Komentarku:

Semua umat Islam percaya dan meyakini bahwa al Qur'an itu Terjaga sampai sekarang. Tetapi apakah semua sepakat bahwa PENAFSIRAN AL QUR'AN JUGA IKUT TERJAGA?

Berangkat dari keprihatinanku tentang diskusi plus minus waktu - waktu sholat terutama waktu sholat shubuh dan magrib, ternyata tidak ada titik temu disebabkan karena selalu berpatokan pada "PLUS BERAPA MENIT LAGI KAH?" Padahal standar waktu sholat shubuh yang ada di masjid - masjid ahlul sunnah wal jama'ah saat ini berbeda - beda. Karena itu saya mencoba mendekatinya dari sisi logika sains dan berusaha dipertemukan dengan dalil al Qur'an (Semoga Allaah mengampuni setiap kesalahanku).

Setelah saya kumpulkan dari berbagai jadwal waktu sholat abadi yang ada di Yogyakarta, ternyata jadwal waktu sholat shubuh terbagi tiga:
1. Ada yang mulai azan shubuh pada ketinggian matahari -20°
2. Ada yang mulai azan shubuh pada ketinggian matahari -19°
3. Ada yang mulai azan shubuh pada ketinggian matahari -17°

Kemudian saya juga mencocokkan dengan hasil observasi saya selama hampir 2 tahun belakangan ini bahwa kemunculan fajar shodiq pada ketinggian sekitar -14° dan hal ini juga sudah saya cocokkan dengan waktu hilangnya senja merah pada waktu terbenam matahari atau saat "kegelapan TOTAL" malam mulai menampakkan dirinya yaitu juga pada ketinggian -14°. (Lihat Gambar di atas)
Ini berarti waktu sholat isya sebenarnya sudah bisa dilakukan mulai pada ketinggian -14° sampai lebih rendah lagi dari itu.
SILAHKAN DIBUKTIKAN SENDIRI!!! SAYA BERTANGGUNG JAWAB DENGAN APA YANG SAYA KATAKAN INI !!!

Perhatikan ini!!! Untuk Menentukan Berapa Sudut atau Derajad Ketinggian Matahari pada saat Fajar Shodiq, dapat juga dengan mengamati pada saat Berapa Sudut atau Derajad Ketinggian Matahari ketika Senja Merah Mulai Hilang di Barat (Gelap Total). Dan itu pada "SEKITAR" angka -14°. Silahkan dibuktikan!!!
Jika anda tidak percaya dengan hal ini, setidaknya notes ini adalah hanya untuk yang Mau Memikirkan, Tidak Taklid Buta!!!

YANG MENJADI TANDA TANYA BESAR ADALAH WAKTU BERBUKA PUASA, APAKAH DIWAKTU MAGRIB (SENJA MERAH) ATAUKAH WAKTU ISYA (GELAP TOTAL)?.
APAKAH YANG DIMAKSUD MALAM (AL-LAIL) ITU TERMASUK WAKTU MAGRIB?
KALAU ADANYA CAHAYA DIWAKTU FAJAR DIHARAMKAN HAL YANG MEMBATALKAN PUASA LALU BAGAIMANA DI WAKTU MAGRIB KETIKA CAHAYA SIANG MASIH MENYISAKAN SEBAGIAN CAHAYANYA YANG BERCAMPUR DENGAN GELAPNYA MALAM?

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Al Qur'an Surah al Baqarah: 187 dinyatakan bahwa wilayah A (Munculnya Fajar Shodiq / pada waktu Shubuh) pada gambar di atas sudah di-HARAM-kan Makan dan Minum atau hal - hal lain yang membatalkan puasa.
Bagaimana dengan Wilayah C? Persamaan pada wilayah A dan C adalah sama - sama mengalami terjadinya Gradasi Gelap-Terang. Perbedaannya hanya pada Arah Gradasi dari Gelap ke terang (A) dan dari Terang ke Gelap (C).

Kalau Wilayah B adalah batasan GELAP MALAM, maka Pertanyaannya adalah: apakah kita mulai berbuka puasa pada SETELAH sholat magrib yaitu setelah masuk waktu Isya pada ketinggian SEKITAR -14° ATAUKAH LEBIH TINGGI DARI ITU (MISALNYA -13°, -12°, -9°, DST)?

Pengertian Tinggi dan Rendah di sini adalah batasan Ufuk dianggap titik 0 (nol). Di atas ufuk bernilai positif dan di bawah ufuk (tenggelam) bernilai negatif, Semakin Besar Negatifnya maka Semakin Rendah matahari tersebut di bawah ufuk. Ketinggian matahari pada -20° tentu LEBIH RENDAH dibanding -14°.

PERHATIKAN GAMBAR DI ATAS BAHWA MULAI KETINGGIAN 0° sd. -14° terjadi Gradasi Kegelapan. Perbedaan gradasi waktu shubuh dan senja merah hanyalah pada arah gradasi. Kalau shubuh mengarah ke semakin terang, sedangkan kalau senja mengarah kepada semakin gelap.
Dan sebagaimana adanya Fajar Kadzib pada waktu akhir malam yaitu pada sudut kurang dari -14° maka demikian juga pada waktu awal malam meskipun rona merah telah hilang namun masih menyisakan "sangat sedikit" (hampir tidak terdeteksi mata) cahaya putih yang mana malah tidak terdeteksi jika ada cahaya - cahaya lampu. Sudut kurang dari -14° itu dimulai dari sekitar -19° sd. -14°. Sudut - sudut inilah yang disebut Fajar Kadzib pada waktu akhir malam dan masih dibolehkan makan minum tetapi belum masuk waktu sholat fardhu shubuh. Demikian pula pada awal malam, sudut itu sudah lewat waktu magrib dan sudah dibolehkan sholat isya.

Maka Menentukan Batas Akhir Shubuh sama sulitnya menentukan Batas Awal Waktu Magrib.

HAL YANG MENAKUTKAN ADALAH PADA AHLU SUNNAH, AZAN MAGRIB DIANGGAP SAMA DENGAN TANDA BERBUKA PUASA (waktu berbuka=waktu sholat?)

PERHATIKAN HAL SBB:

dipatok 0° adalah tanda azan magrib padahal itu diambil pada titik tengah bulatan matahari artinya sebenarnya matahari belum tenggelam benar (Lingkaran luarnya masih kelihatan apalagi penampakan diameter matahari sebenarnya tidak tetap, yaitu terlihat lebih besar pada titik yang sangat dekat dengan matahari karena lintasan orbit bumi terhadap matahari berbentuk elips).
Lihatlah perbedaannya pada pagi hari yaitu pada -1° ditandai sebagai awal terbitnya matahari. Bukankah ini adalah RANCU?

Perselisihan waktu sholat ini antara berbagai mazhab seharusnya tidak terjadi, sebab Apa yang diajarkan oleh Rasul itu hanya satu. Saya berusaha berdiri dipihak Netral dalam pembahasan kali ini.

Sebagian ustadz/ulama Mazhab Jakfari masih mentolerir waktu sholat shubuh yang mendekati terbitnya, ketika dipertentangkan hal itu beliau menganggap masih boleh dan tidak usah di qadha dimana niatnya diserahkan kepada Allaah, meskipun sudah terang sekali padahal belum masuk waktu terbit matahari menurut jadwal abadi. Tetapi jika dikonfirm hal yang sama terhadap waktu sholat magrib, mereka yang bermazhab Jakfari menolak dengan tegas untuk sholat magrib kecuali hanya menyisakan rona senja merah di barat saja. Padahal antara kedua sholat itu (Shubuh dan Magrib) berada di wilayah gradasi yang sama (Gelap dan Terang). Mengapa tidak ada Titik Temu dalam hal ini?

Mengapa tidak bisa disepakati hal yang sama yang berada di perbatasan dengan siang untuk menentukan batas akhir waktu shubuh dan batas awal waktu magrib?
Mengapa untuk waktu magrib harus di undur karena tidak boleh berdekatan dengan batas akhir siang (terbenam), sedangkan untuk waktu shubuh boleh diundur mendekati batas siang (terbit)?

Dan Benarkah Waktu Ifthar (Berbuka Puasa) itu dilakukan saat waktu magrib?
Kalau waktu shubuh (Wilayah A) dilarang makan dan minum, kenapa tidak diterapkan hal yang sama untuk waktu magrib (Wilayah C)?
Memang Agama tidak bisa dilogikakan dengan logika pribadi kita masing - masing, tetapi bukan berarti tidak logis.

Kalau al Baqarah ayat 187 memerintahkan untuk melengkapi puasa (Ingat!!! Bukan sholat loh?) sampai tibanya Malam, maka harus DISEPAKATI pada sudut berapa sudah dianggap Malam? Pada kadar kegelapan berapa dianggap malam?
Apakah cukup pada kadar kegelapan 80% ataukah harus 100% pada sudut MULAI SEKITAR -14° sampai lebih rendah dari itu?

PADAHAL, kalau kita melihat apa yang terdapat dalam al Qur'an, apakah bisa kita sepakati bahwa:

"SYARIAT WAKTU PUASA BERBEDA DENGAN SYARIAT WAKTU SHOLAT?"



TENTANG WAKTU SHOLAT:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

Dan dirikanlah sholat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
(Q.S Hud[11]:114)

Kalau seandainya ilmu Al Qur'an ini bisa di-"logika"-kan karena seharusnya bisa dipahami oleh orang yang berakal dan yang menggunakan akalnya dan bahwa al Qur'an ini mestinya sesuai dengan sains karena Tuhan itu Hanya SATU, Tuhan yang menciptakan sains dan yang menurunkan al Qur'an adalah sama, maka kalimat طَرَفَيِ mestinya dinilai bahwa kedua tepi itu ibarat dua kaki yang tinggi kedua kakinya sama. Kalau beda tinggi antara kiri dan kanan maka akan timpang. Dan bahwa sebuah planet bagaikan sebuah bola yang disinari lampu senter maka jarak siang (sisi terang) dari bola itu jika dibagi dua di tengah2nya yang membagi dua pada sisi terang tepat ketika matahari tegak lurus maka mestinya berjarak sama.
Pertanyaannya maka kedua tepi itu طَرَفَيِ  yang dimaksud yang mana? Apakah pagi dan sore? Apakah Shubuh dan Magrib?
Saya pribadi lebih condong hatiku dan pikiranku bahwa yang dimaksud dengan طَرَفَيِ النَّهَارِ pada ayat itu adalah Sholat Shubuh dan Magrib, karena di kedua waktu itu masih menyisakan cahaya matahari yang menghasilkan cahaya fajar dan cahaya senja merah. Itu artinya bahwa Waktu magrib masih disebut sebagai ujung dari siang. Tidak dibolehkan untuk membatalkan puasa di waktu magrib sesuai dengan ayat 2: 187.
Ini berarti berbuka puasa hanya dibolehkan pada waktu isya yaitu pada ketinggian matahari 14° di bawah ufuk. Dan berarti bahwa sunnahnya adalah sholat magrib terlebih dahulu baru melakukan ifthar (Buka Puasa) ketika sudah masuk waktu isya, dan sebaiknya dilakukan sebelum sholat isya.


أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
(Q.S Al-Israa`[17]: 78)

Adapun Waktu untuk Sholat Magrib antar Mazhab terjadi Perbedaan. Mayoritas 4 mazhab (Syafi'i-Maliki-Hanafi-Habali) mengikuti hisab yang diberlakukan mulai tahun 1900-an atas perintah khalifah turki othmani saat itu.
Adapun bagi mazhab jakfari yaitu ditambahkan sekitar 15-20 menit ada juga yang mengatakan 30 menit bahkan ada yang mengatakan harus ditambahkan 45 menit. Kalau menurut pengamatan pribadi saya, penambahan 30-35 menit sudah cukup.

Tetapi harus adil, kalau diterapkan demikian pada waktu magrib sebagai batas awal magrib maka harus diterapkan juga hal yang sama sebagai batas akhir waktu shubuh yaitu ketika cahaya merah sudah sampai di atas kepala kita maka itulah batas akhir waktu shubuh yaitu dikurangi 15-20 menit atau bahkan 30 menit sebelum jadwal terbit menurut kalender jadwal sholat abadi.



WAKTU PUASA (BUKAN WAKTU SHOLAT):

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian LENGKAPKANlah PUASA itu sampai (datang) MALAM, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
(Q.S Al-Baqarah[2]:187)

Di ayat 2: 187 ini, ternyata waktu puasa dibatasi hanya dibolehkan melakukan perkara yang membatalkan puasa seperti makan minum dan bercampurnya suami isteri hanya pada malam saja. Dimana batasan akhir waktu malam itu adalah kemunculan fajar. Lalau bagaimana dengan batasan awal waktu malam?

Kalau kita SEPAKATI bahwa ayat 2:187 itu, yang dilengkapi (TAMAM) sampai MALAM itu adalah Puasanya (karena ayat 2:187 adalah pembahasan mengenai Waktu Puasa bukan Waktu Sholat), maka KITA HARUS BERBUKA PUASA PADA WAKTU MALAM YAITU MULAI SEKITAR -14°, TETAPI ITU TIDAK MENGHALANGI KITA UNTUK MENUNAIKAN SHOLAT MAGRIB SEBELUM BERBUKA PUASA.

TIDAK ADA DALILNYA YANG SHOHIH BAHWA PATOKAN WAKTU PUASA ADALAH TERBIT DAN TENGGELAM-NYA MATAHARI. Juga tidak ada dalilnya bahwa waktu berbuka puasa sama dengan waktu magrib.

Patokannya bukan Terbit & Tenggelamnya Matahari, melainkan adalah BATAS WAKTU MALAM DAN SIANG.


KESIMPULAN:
- ADA 3 WAKTU SAAT MATAHARI TENGGELAM: SENJA, LAIL, FADJAR, SEDANGKAN MAKAN - MINUM HANYA BOLEH DILAKUKAN PADA WAKTU LAIL. Ini berarti sebaiknya berbuka puasa pada waktu Lail yaitu pada sudut 14°.
- WAKTU SHOLAT MEMILIKI WAKTUNYA SENDIRI
- WAKTU PUASA MEMILIKI WAKTUNYA SENDIRI. (Anehnya waktu berbuka puasa disamakan dengan waktu sholat magrib, semoga Allaah mengampuni asumsiku ini)

Terima kasih.

Ini bukanlah fatwa, saya tidak layak untuk itu, juga bukan pernyataan final dari saya, melainkan sebagai bahan Diskusi, Renungan dan Pemikiran, dan Semoga Allaah Mengampuni Kesalahanku dalam menuliskan notes di atas.
Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Pengikut

free counters

Live Traffic


Locations of visitors to this page

Links



Mainboard Driver
www.thinkgeek.com
Forum Sains Indonesia
Be Social Get Points at Socints.com!
Health Line
Kampus Islam
akhwat.web.id
Hakekat
www.al-shia.org
Salafy Tobat
.:: Official Website Salafy
www.fahmi.wen.ru/
salafyindonesia.wordpress.com
BETA - UFO Indonesia
www.javasecret.com
Ukur Kecepatan Load Website

Notes!
Semua link situs di atas tidak mewakili pribadi saya sebagai pengelola blog ini. Apa yang ditampilkan biarlah sebagai pembanding dan pengaya khasanah pengetahuan kita dan selanjutnya terserah kepada diri masing - masing.